Monday, February 20, 2012

EDELWAYSKU


Harusnya tadi aku menamparnya saja, tepat di mukanya, biar tercetak jelas bekas tanganku, biar semua perempuan yang dikencaninya tau, siapa sebenarnya lelaki yang mereka puja itu.
Tapi anehnya aku tak pernah bisa berbuat itu padanya. Semarah apapun aku padanya, hanya diamlah yang bisa aku lakukan. Jangankan menampar, memakinya saja aku tidak pernah bisa. Tuhan.....kenapa sedemikian lemah aku di depanya. Meski tau kalau dia telah selingkuh dengan banyak perempuan, tetap saja aku tidak bisa berhenti untuk mencintainya, rasanya aku tidak bisa hidup tanpanya.

Bryan bukanlah pemilik wajah tampan bak model iklan, bukan pula pemilik harta berlimpah. Bryan hanya beruntung karena dianugrahi otak yang lumayan cemerlang, otak yang membuatnya mampu menghasilkan jutaan kata rayuan, yang membuat banyak perempuan berjatuhan ke dalam pelukannya.

Aku mengenal Bryan ketika dia aktif di UKM jurnalistik. Suatu hari dia datang ke basecamp Mapala kami. Dia membawa selembar kertas permohonan bantuan, agar kami mengijinkannya mengikuti kegiatan diklatsar yang akan kami adakan di akhir semester ganjil. Bryan hanya ingin menulis, menulis semua tentang mapala. Dia mendapatkan tugas itu dari seniornya sebagai salah satu bentuk ujian kenaikan tingkat.

Awalnya kami berdebat keras tentang keinginan Bryan, tidak pernah ada orang lain di luar anggota mapala yang pernah mengikuti diklatsar. Meski Bryan berjanji tidak akan merepotkan kami, tetap saja kami meragukan kemampuannya untuk bertahan hidup di pegunungan. yang kami tau, Bryan tidak pernah mengikuti kegiatan alam apapun. Akan kuatkah dia berjalan berkilo-kilo meter, mendaki puncak pegunungan. Akan kuatkah dia bertahan hidup hanya dengan makan bonggol pisang.

Pada akhirnya kami harus menyerah dengan kepintaran Bryan membujuk ketua mapala kami, dia berhasil menyakinkannya, bahwa apapun akan dia hadapi, asalkan dia bisa ikut bersama kami.

Beberapa hari kemudian, ketika aku sibuk mengumpulkan junior2ku, meneliti kelengkapan 'perang' mereka. Aku melihatnya, Bryan datang dengan membawa sebuah tas besar, mengenakan pakaian serba hitam.

" Pagi Senior Kelinci. Sudah siap tempurkah?" Tanyanya ketika berada tepat di sampingku.
"Tentu saja, bagaimana denganmu?" jawabku sambil membalas uluran tangannya.
"Siap donk. Lihatlah, aku telah membawa semuanya. Tepat seperti yang senior pesan"
"Yakin tidak merengek minta pulang kalau sudah sampai disana nanti"
"Eits.....jangan meragukan kemampuanku ya. Aku pasti bisa" Jawabnya sambil tersenyum.

Aku baru sadar, kalau dilihat dari dekat, wajah Bryan memang agak lumayan. Tapi ya sudahlah, tugasku kan hanya mengawasinya, menjaganya agar dia hanya  melihat diklatsar kami, tidak ikut masuk dalam kegiatan2 yang kami lakukan nantinya.

Bunyi klakson truk besar yang diparkir di halaman kampus membuatku tersadar dari lamunan, sejenak aku lupa harus melakukan apa, untunglah Bryan sedang asik melihat-lihat persiapan junior-juniorku, sehingga tidak ada yang menyadari kalau sejenak tadi fikiranku sedang melayang kemana-mana.